Recommended Post Slide Out For Blogger

Mainan Baru Ahok Bikin Pejabat Mati Kutu



image: tempo.co
Geregetan melihat ulah para pejabat yang nakal memainkan uang anggaran, pemprov DKI membangun sistem transaksi non tunai atau non-cash transaction. Bekerja sama dengan bank DKI, melalui sistem ini pemda DKI, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dapat langasung memonitor secara ketat setiap transaksi yang dilakukan oleh para pejabat DKI.
Penerapan sistem non tunai ini memaksa para pejabat pemprov DKI otomatis memiliki rekening dan menjadi nasabah bank DKI. Selanjutnya, Ahok menginstruksiakan kepada Bank DKI untuk membatasi penarikan tunai Rp 100 juta per hari. Hal ini perlu dilakukan karena dalam catatan Ahok, suatu hari ada pejabat yang menarik uang dari bank DKI hingga Rp 100 miliar dalam sehari saat menjelang akhir tahun.
“Sekarang saya sudah bisa lihat dari komputer saya, siapa saja (pejabat) yang suka nyolong paling banyak. Saya bisa periksa uang dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sampai ke Unit Pengelola Teknis (UPT),” kata Ahok tentang sistem baru tersebut .
Diberlakukannya Non- cash transaction membuat para pegawai negeri sipil (PNS) DKI tidak bisa lagi bermain-main dengan anggaran yang notebene adalah uang rakyat. Dalam sistem ini, seluruh transaksi keuangan para pejabat tercatat di dalam bank. Dengan demikian, celah untuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh Pemprov DKI tertutup sudah.
Sistem non-cash transaction tidak hanya berlaku untuk transaksi para pejabat DKI saja, tetapi juga termasuk transaksi antara pihak Pemprov dan rekanan atau pihak ketiga. Oleh karena itu, saat ini tidak ada lagi pola transaksi yang dilakukan secara langsung oleh para rekanan pemprov DKI; mereka wajib melakukannya melalui transfer antar bank.
Terobosan pemprov DKI tersebut dibangun untuk mendukung tekad Jokowi-Ahok menjadikan pemerintahannya transparan. Lebih dari itu, Jokowi-Ahok ingin agar pemberantasan korupsi bukan sekedar kuat dalam slogan dan semangat, tetapi harus dilaksanakan secara nyata melalui sebuah sistem.
Andai saja sistem seperti ini diterapkan di tingkat nasional?
Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Silahkan Komentar
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi koran-artikell. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.
0 Comments
Tweets
Komentar

Posting Komentar